Thursday, August 03, 2006
PERADI: Advokat Harus Makin Berhati-hati Menjalankan Profesi
Dari pemberitaan di media massa diketahui banyak advokat yang tidak profesional dan tidak menjalan tugas profesi sesuai dengan kode etik. Bahkan, Sudah ada putusan pengadilan terhadap advokat yang terbukti melakukan suap. Karena itu, keberanian advokat untuk menandatangani Deklarasi Anti-Suap dinilai sebagai sesuatu hal yang penting.
Demikian disampaikan oleh Sekretaris Jenderal Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI), Harry Ponto, dalam sambutannya pada acara pembukaan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Ikatan Penasihat Hukum Indonesia (IPHI) di Jakarta, Kamis (3/8) malam. Acara itu dihadiri pula oleh Wakil Ketua Mahkamah Agung (MA), Mariana Sutadi, dan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Tumpak H. Panggabean.
Harry lebih jauh mengungkapkan, sejak 2003 hingga Juli 2006 terdapat sekitar 115 pengaduan pelanggaran kode etik oleh advokat. Harry menilai hal tersebut menunjukkan bahwa kesadaran masyarakat akan hak-hak mereka makin tinggi. “Jadi, kita (advokat, red) mungkin harus makin prudent (hati-hati, red) dalam menjalankan tugas profesi,” tegas Harry.
Melawan advokat tidak profesional
Menanggapi tema Rakernas yaitu “IPHI Sebagai Motor Penggerak Melawan Penegak Hukum yang Tidak Profesional”, Harry menyatakan, penegak hukum yang dimaksud tidak hanya polisi, jaksa dan hakim, tetapi juga advokat itu sendiri. Ia berharap, Rakernas akan membahas program-program kerja yang meningkatkan profesionalitas advokat.
Terkait hal itu, Harry melanjutkan, sebagai Organisasi Advokat menurut Undang-undang No.18/2003 tentang Advokat, tugas PERADI adalah meningkatkan kualitas profesi advokat. Untuk melaksanakan hal itu, PERADI yang baru dibentuk 1,5 tahun silam masih berkutat pada penguatan organisasi dan pelaksanaan bidang sertifikasi advokat yang meliputi Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA), ujian, dan magang.
“Khusus untuk ujian profesi advokat, jika sebelumnya ditengarai berlaku praktik suap jika mau lulus, maka ujian pertama yang diselenggarakan PERADI pada februari silam bebas suap dan KKN. Ini langkah awal untuk meningkatkan kualitas profesi advokat,” papar Harry. Ia juga mengatakan bahwa saat ini PERADI sedang memperkuat Dewan Kehormatan sebagai organ penegakan kode etik advokat.
Karena itu, Harry berharap Rakernas IPHI dapat menghasilkan program-program yang mengarah pada peningkatan profesi advokat seperti pendidikan hukum berkelanjutan (continuous legal education). Di samping itu, konsisten dengan tema rakernas, Harry mempertanyakan keberanian IPHI untuk menandatangani Deklarasi Anti-Suap.
Mewujudkan supremasi hukum
Pada kesempatan yang sama, Wakil Ketua KPK Tumpak H. Panggabean menyatakan, meski dalam praktiknya kepentingan KPK dan advokat berbeda, namun keduanya mempunyai tujuan yang sama yakni mewujudkan supremasi hukum. Selain itu, Tumpak juga menegaskan bahwa KPK bukanlah lembaga super dalam upaya pemberantasan korupsi. Menurutnya, keistimewaan KPK hanyalah karena memiliki kewenangan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan sekaligus.
Sementara itu, Wakil Ketua MA Mariana Sutadi mengatakan bahwa advokat adalah mitra kerja hakim di mana saja dan kapan saja. Di sisi lain, Mariana menyoroti fenomena banyaknya advokat yang kalah berperkara sering melaporkan hakim kepada Presiden RI, serta lembaga-lembaga lain, termasuk Komisi Yudisial dan KPK. Umumnya, kata Mariana, para advokat itu menuduh hakim yang memeriksa perkaranya melakukan kolusi.
Mariana juga menekankan pentingnya Organisasi Advokat sebagai lembaga pengawas advokat dalam menjalankan tugasnya. Mariana menandaskan, korps hakim juga berkepentingan dengan keberadaan Organisasi Advokat beserta Komisi Pengawas di dalamnya demi menjaga kemandirian peradilan. “Kemandirian peradilan adalah sesuatu yang tidak mungkin dijaga sendiri oleh hakim,” cetusnya.
Demikian disampaikan oleh Sekretaris Jenderal Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI), Harry Ponto, dalam sambutannya pada acara pembukaan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Ikatan Penasihat Hukum Indonesia (IPHI) di Jakarta, Kamis (3/8) malam. Acara itu dihadiri pula oleh Wakil Ketua Mahkamah Agung (MA), Mariana Sutadi, dan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Tumpak H. Panggabean.
Harry lebih jauh mengungkapkan, sejak 2003 hingga Juli 2006 terdapat sekitar 115 pengaduan pelanggaran kode etik oleh advokat. Harry menilai hal tersebut menunjukkan bahwa kesadaran masyarakat akan hak-hak mereka makin tinggi. “Jadi, kita (advokat, red) mungkin harus makin prudent (hati-hati, red) dalam menjalankan tugas profesi,” tegas Harry.
Melawan advokat tidak profesional
Menanggapi tema Rakernas yaitu “IPHI Sebagai Motor Penggerak Melawan Penegak Hukum yang Tidak Profesional”, Harry menyatakan, penegak hukum yang dimaksud tidak hanya polisi, jaksa dan hakim, tetapi juga advokat itu sendiri. Ia berharap, Rakernas akan membahas program-program kerja yang meningkatkan profesionalitas advokat.
Terkait hal itu, Harry melanjutkan, sebagai Organisasi Advokat menurut Undang-undang No.18/2003 tentang Advokat, tugas PERADI adalah meningkatkan kualitas profesi advokat. Untuk melaksanakan hal itu, PERADI yang baru dibentuk 1,5 tahun silam masih berkutat pada penguatan organisasi dan pelaksanaan bidang sertifikasi advokat yang meliputi Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA), ujian, dan magang.
“Khusus untuk ujian profesi advokat, jika sebelumnya ditengarai berlaku praktik suap jika mau lulus, maka ujian pertama yang diselenggarakan PERADI pada februari silam bebas suap dan KKN. Ini langkah awal untuk meningkatkan kualitas profesi advokat,” papar Harry. Ia juga mengatakan bahwa saat ini PERADI sedang memperkuat Dewan Kehormatan sebagai organ penegakan kode etik advokat.
Karena itu, Harry berharap Rakernas IPHI dapat menghasilkan program-program yang mengarah pada peningkatan profesi advokat seperti pendidikan hukum berkelanjutan (continuous legal education). Di samping itu, konsisten dengan tema rakernas, Harry mempertanyakan keberanian IPHI untuk menandatangani Deklarasi Anti-Suap.
Mewujudkan supremasi hukum
Pada kesempatan yang sama, Wakil Ketua KPK Tumpak H. Panggabean menyatakan, meski dalam praktiknya kepentingan KPK dan advokat berbeda, namun keduanya mempunyai tujuan yang sama yakni mewujudkan supremasi hukum. Selain itu, Tumpak juga menegaskan bahwa KPK bukanlah lembaga super dalam upaya pemberantasan korupsi. Menurutnya, keistimewaan KPK hanyalah karena memiliki kewenangan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan sekaligus.
Sementara itu, Wakil Ketua MA Mariana Sutadi mengatakan bahwa advokat adalah mitra kerja hakim di mana saja dan kapan saja. Di sisi lain, Mariana menyoroti fenomena banyaknya advokat yang kalah berperkara sering melaporkan hakim kepada Presiden RI, serta lembaga-lembaga lain, termasuk Komisi Yudisial dan KPK. Umumnya, kata Mariana, para advokat itu menuduh hakim yang memeriksa perkaranya melakukan kolusi.
Mariana juga menekankan pentingnya Organisasi Advokat sebagai lembaga pengawas advokat dalam menjalankan tugasnya. Mariana menandaskan, korps hakim juga berkepentingan dengan keberadaan Organisasi Advokat beserta Komisi Pengawas di dalamnya demi menjaga kemandirian peradilan. “Kemandirian peradilan adalah sesuatu yang tidak mungkin dijaga sendiri oleh hakim,” cetusnya.
Comments:
<< Home
eh boss-
link donk ke pshk
www.pshk.org
btw mana ujar2 seputar film nya...
kok seputar hukum terus..
sudah lama saya tidak membaca review2 anda yang selalu bermutu daripada review nya bapak Andika...atau bapak beruk ferri
Post a Comment
link donk ke pshk
www.pshk.org
btw mana ujar2 seputar film nya...
kok seputar hukum terus..
sudah lama saya tidak membaca review2 anda yang selalu bermutu daripada review nya bapak Andika...atau bapak beruk ferri
<< Home